Speaking of PILPRES 2009

I haven’t spoken anything about last election which was held in July 8th 2009. Well,, now I want to talk about it, even though the election is over. Ngomong2 ttg hasilnya, saya ga nyangka aja hasilnya ternyata bisa seperti itu. Kecewa? Enggak, justru sebaliknya. Sebelum pemilu dimulai, saya sempatkan menonton acara-acara yang mengupas tentang kepemimpinan dan kepribadian dari masing-masing capres. Seperti sebuah acara di Metro TV yang sangat bagus menurut saya, yang membandingkan ketiga pasangan calon dengan menganalisis gaya kepemimpinan, kecenderungan motif-motif mereka, kemudian menampilkan perbandingan mereka dalam bentuk grafik-grafik. Sungguh menarik dan jadi tahu siapa saja yang memiliki kelebihan dan kekurangan dibanding calon lainnya. Selain acara tersebut, tentu saja saya cukup mengikuti debat-debat para capres dan cawapres di TV. Unik sekali jika melihat debat itu. Jadi terlihat bagaimana cara mereka berbicara sebenarnya, sehingga kita bisa mereka-reka bagaimana sikap mereka dalam mengambil keputusan.

Satu calon terlihat seperti ngomong ala kadarnya, dengan kecepatan bicara yang sedikit menyaingi kecepatan truk-truk yang lagi jalan di sebuah tanjakan. Ngomong yang tidak langsung to the point, sehingga kurang dimengerti intinya apa. Sama sekali tidak terlihat seperti gaya bicara pemimpin yang biasanya lugas dan berbobot. Ia tipe orang yg impulsif, yang mengambil keputusan tanpa berpikir, serta paling tidak visioner dengan kompleksitas intelektual paling rendah di antara calon2 lain (berdasarkan hasil analisis seorang psikolog politik dari UI). Jadi, menurut saya dia itu bukan leader dan juga bukan thinker.

Sementara calon kedua berbicara cukup cermat dalam membungkus pilihan kata-katanya, sehingga terlihat jelas bahwa ia adalah orang yang hati-hati. Mungkin dia bukan pengambil keputusan yang cepat, tapi dia tampak seperti orang yang mengambil keputusan dengan memikirkan aspek-aspek secara keseluruhan terlebih dahulu. Jika dia marah, gaya amarahnya tidak meluap-luap, orang yang sangat terkendali namun tegas. Kelebihan dia dibanding calon2 lain yaitu memiliki motif afiliatif paling tinggi, artinya dia senang membina hubungan dengan orang lain dan itu merupakan sumber utama kepuasan dia. Jadi, calon ini bisa dibilang adalah seorang thinker who lead.

Calon terakhir terlihat paling memukau diantara calon-calon lainnya karena terlihat paling bersemangat dalam memberi pendapat. Kadang sedikit menyerang pihak lawan. Kemampuannya memimpin tidak usah diragukan lagi, karena beliau sudah memimpin banyak perusahaan selama ini. Dia tergolong orang dengan tipe pengambil keputusan yang cepat. Cepat tidak selalu bagus. Pengambil keputusan yang cepat akan bagus ketika berada di situasi yang urgent dan membutuhkan penanganan cepat. Salah satu kelebihannya yaitu dia merupakan orang yang paling visioner di antara calon2 lainnya, yang paling bisa berpikir jauh ke depan. Oleh karena itu, calon 3 ini bisa dibilang adalah seorang leader who think.

Yah, sebenarnya menurut saya jika calon 2 dan 3 digabungkan, tampaknya mereka sebenarnya sangat serasi. ’Thinker who lead’ memimpin bersama-sama dengan ’leader who think’, bukankah itu sangat cocok? Entah apa yg membuat mereka terpisah. Mungkin ada pihak-pihak yang menginginkan mereka berpisah demi keuntungan pihak mereka sendiri. Hanya 1 pasangan di antara 3 pasangan tersebut yg paling sreg buat saya sejak awal.

Pasangan pertama… well, menurut saya, benar2 di luar option saya. Si capres pernah gagal terpilih dan seperti yg saya perhatikan bukan leader dan juga bukan thinker. Saya tidak bisa membayangkan dia sebagai pemimpin dan pengambil keputusan. Mungkin dulu ketika ia menjabat presiden, orang-orang yang berada di belakangnyalah yg mengambil keputusan untuk dia. I can’t understand, kenapa sampe ada segitu banyaknya pendukung dia. Is it just because it’s a she? Menurut kata seseorang di TV (saya lupa siapa), capres ini memiliki begitu banyak pendukung yg setia dengannya karena melihat dia telah membangun partai dari nol sampai besar sekarang. Pasangan calon 1 hampir sama tidak menguntungkannya bagi bangsa ini. Dia pernah dituduh melakukan pelanggaran HAM berat di jaman orde baru dulu. Apakah orang-orang yg dulu meneriakkan kata ’reformasi’ keras-keras dulu sudah lupa hal itu? Bukankah kita sudah menyatakan ingin lepas dari orde baru? Kenapa orang orde baru kini dipilih lagi? Ada yg ga beres dengan otak bangsa kita ini.

Pasangan yg kedua, well,,, awalnya saya agak kecewa dengan pemilihan pasangannya. Tapi, tampaknya, mungkin ada baiknya dia memilih pasangan itu. Capres 2 terlihat agak lemah dalam bidang ekonomi, sementara pasangannya sudah berada di bidang ekonomi sekian tahun. Hanya saja, kepribadian kedua orang dalam pasangan ini terlihat mirip di permukaan. Sama-sama jawa tulen. Keduanya sama2 thinker who lead. Kelebihan sang cawapres 2 ini adalah kemampuan dia berpikir efisiensi. Ekonom biasanya mengutamakan efisiensi. Tampaknya capres 2 ini memilih dia sebagai pasangan karena harapannya untuk perekonomian yang lebih baik lagi ke depannya.

Sementara capres 3, well, I’m disappointed with him choosing his spouse. Pasangannya merupakan orang yg telah berkhianat keluar dari partai aslinya. Lebih buruknya lagi, dia terlibat kasus pelanggaran HAM berat dunia. Well,, benar atau tidak keterlibatan dia dalam pelanggaran HAM, yang jelas dunia sudah menilai buruk ttg dia melihat recordnya yang buruk. Apakah kita mau punya pemimpin yang bahkan tidak dipercayai oleh dunia? Di acara KICK ANDY, dia pernah ditanya : ”bagaimana jika suatu saat Anda diharuskan pergi ke AS. Apakah Anda berani?” Pertanyaan yg sangat blak-blakan. Pihak AS memang mengenal dia, tapi bukan karena reputasinya yg baik. Cawapres ini tidak menjawab bahwa dia berani, hanya ngeles dgn kata-kata lain. Dia tertolong oleh pesona capresnya. Saya yakin, orang memilih pasangan ini hanya karena sang capres, bukan karena cawapresnya juga.

Yang buat saya agak kecewa dari ketiga pasangan adalah, hampir semua merupakan orang lama. Yang itu-itu saja. Orang yg berkibar di orde lama, lalu lama tidak muncul, tiba-tiba muncul jadi cawapres. Orang yg pernah gagal tidak terpilih mencalonkan dirinya lagi. Bahkan ada calon yg dulu mencalonkan dirinya jadi capres, kini jadi cawapres dengan partai pecahannya hanya karena yang penting dapat posisi. Ahhh,,, apakah segitu pentingnya bagi mereka kekuasaan itu? Gaji presiden, jika mengutip kata2 Andy dalam Kick Andy, hanya sekitar 63 Juta Rupiah. Padahal jika dibandingkan dengan pendapatan dan aset mereka yg berasal dari sana-sini, bisa melebihi nilai itu. Segitu ambisiuskahnya mereka hanya demi sebuah jabatan terpenting di negeri ini? Apakah motif mereka pure utk memperbaiki bangsa ini? Saya meragukannya.

Benar kata ayah saya, masing-masing dari capres sekarang tampaknya kurang baik dalam menerapkan regenerasi, sehingga orang itu-itu saja yg dicalonkan. Bukan cuma yg jadi capres sekarang, pemimpin-pemimpin partai lain tampaknya kurang berhasil dalam melakukan regenerasi. Jika ya, tentunya ada bibit-bibit pemimpin baru yang masih lebih muda dan fresh sekarang ini. Pemimpin muda dan berpengalaman lah yang ideal untuk setiap negara. Yah, walaupun kita masih menuju kesempurnaan, mudah-mudahan, yang terpilih ini bisa membawa kita ke kehidupan yang lebih baik. Sekarang, belum apa-apa, mereka sudah dibebankan dengan sebuah tugas penting yang tidak mudah, yaitu menumbuhkan kembali kepercayaan dunia kepada Indonesia. Semoga Allah memberi jalan bagi mereka untuk mewujudkannya.